total ping

Tampilkan postingan dengan label HORROR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HORROR. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Juni 2011

REVIEW: INSIDIOUS
























"Who are you? What do you want?"

Siap-siap!!! Siap-siap ketakutan menonton film ini. Saran saya, persiapkan jantung anda sebelum menonton Insidious. Haha.. Tapi film ini memang sukses membuat saya ketakutan dan kaget setengah mati. Oke, mungkin tidak se-'lebay' itu, tapi Insidious memang merupakan sebuah kejutan bagi saya. Kenapa? Karena jarang, jarang sekali, Hollywood bisa membuat film horror murni atau oldschool horror yang bagus dan ehmm..menakutkan. Mungkin kalau film bergenre thriller atau psychological horror, Hollywood jagonya. Tapi biasanya kalau yang menyangkut 'setan', 'hantu', 'makhluk gaib', dan 'saudara-saudaranya', jarang bisa digarap film-maker Hollywood dengan taraf yang masuk ke taraf menakutkan. Makanya saya tidak menyangka kalau Insidious bisa sebagus ini. Tidak sempurna memang, tapi seperti yang saya tulis tadi, horror ini made in Hollywood, jadi sudah bagus sekali menurut saya.

Kalau bicara tentang sutradara Insidious, James Wan, ia adalah seorang sutradara kelahiran Malaysia yang memang sudah berkarya di Hollywood sejak tahun 2000. Anda pasti tahu salah satu film karyanya yang fenomenal, Saw (2004). Saw pertama yang ditulis oleh Leigh Whannell sukses besar dan akhirnya melahirnya francise berikutnya (bukan lagi disutradarai Wan) sampai panjang daftarnya. Saya akui kalau Saw pertama merupakan sebuah film yang juga merupakan kejutan, karena sangking surprise dengan kengerian dan kesadisan yang ada didalamnya, apalagi jalan ceritanya juga memang bagus. Setelah itu Wan juga menyutradarai Death Sentence (2007), saya juga suka film ini. Kevin Bacon bermain sangat baik dalam film tersebut. Setelah membaca review singkat tentang James Wan, anda pasti tertarik bukan menonton Insidious? Apalagi Insidious juga ditulis oleh Leigh Whannell, jadi duo dibalik suksesnya Saw kembali reuni dalam Insidious. Saya sudah pasti tidak akan melewatkan film Wan selanjutnya, semoga lebih 'surprise'!

Insidious bercerita tentang sebuah keluarga yang baru saja pindah rumah. Josh (Patrick Wilson) dan Renai Lambert (Rose Byrne) mempunyai dua orang putra, Foster (Andrew Astor) dan Dalton (Ty Simpkins). Rumah baru mereka besar dan nyaman, namun keanehan demi keanehan mulai mereka alami sejak menempati rumah tersebut. Mulai dari mendengar suara-suara menyeramkan, melihat bayangan misterius, sampai ke hal-hal yang semakin lama semakin ekstrim dan intens. Apalagi tiba-tiba anak bungsu mereka, Dalton, terjatuh dan koma. Dokter menyatakan bahwa Dalton tidak menderita penyakit apapun, pihak rumah sakit sampai angkat tangan dengan keadaan Dalton karena memang tidak ditemukan keganjilan apapun dalam tubuhnya. Mereka pun memutuskan untuk pindah rumah. Namun setelah pindah tetap saja mereka diganggu oleh hal-hal yang menyeramkan. Ternyata dengan bantuan paranormal bernama Elise (Lin Shaye) mereka baru mengetahui bahwa bukan rumah mereka lah yang dihantui, melainkan Dalton!

Horror klasik yang diusung Insidious mirip dengan Poltergeist (1982), suara-suara yang ada dalam film ini siap mengagetkan anda. Score film ini mantap sekali, semakin membuat kengerian terasa meskipun sosok-sosok hantunya mungkin tidak seseram hantu buatan Asia. Yang membuat film ini semakin menarik adalah jalan ceritanya yang memang bagus dan membuat bulu kuduk anda merinding. Memang sih saya akui kalau sosok hantu yang ada tidak terlalu seram (tetep serem juga sihhh), tapi entah kenapa saya masih ketakutan saja menonton film ini. Mungkin juga karena ekspektasi rendah saya terhadap film ini yang kemudian membuat saya tidak menyangka kalau filmnya bagus. Tapi bagi saya yang bukan pecinta horror, saya tetap berani mengatakan kalau Insidious adalah salah satu film horror yang digarap dengan sangat baik. Apalagi terdapat juga sentuhan komedi sedikit didalamnya, jadi tidak monoton terus-menerus ditakut-takuti seperti horror lainnya. Tumbs up! Go watch it if you dare! Buat yang sudah nonton, please leave your comment.. :)






Selasa, 07 Juni 2011

REVIEW: SCREAM 4
























“What’s your favourite scary movie?”

Pada tahun 1996, Wes Craven pertama kali membuat Scream dan ternyata menjadi salah satu film thriller yang fenomenal dengan topeng putih panjangnya itu. Setahun kemudian ia membuat Scream 2, namun sayang tidak bisa sebagus yang pertama. Tahun 2000, Craven kembali membuat Scream 3 yang malah lebih hancur lagi dibanding yang sebelumnya. Hampir sebelas tahun sudah terlewati tanpa ada sekuel Scream dari Craven. Namun tahun ini, masih di tangan Wes Craven, Scream 4 kembali muncul dan secara tidak terduga berhasil membuat para fans Scream puas. Memang tidak sebagus yang pertama, tapi ini adalah film Scream yang kualitasnya tepat berada dibawah film pertamanya. Wes Craven tetap setia membawa nuansa ‘Scream’ dalam film ini, rindu para pas sudah pasti akan terobati dengan kehadiran Scream 4 yang memuaskan.

Diceritakan bahwa Sidney Prescott (Neve Campbell) kembali ke kota asalnya di Woodsboro karena sedang ingin mempromosikan buku karangannya. Kedatangannya itu bertepatan dengan peringatan pembunuhan berantai sadis di Woodsboro sepuluh tahun lalu yang kala itu juga berhubungan erat dengan dirinya. Awalnya semua terlihat baik-baik saja, namun tiba-tiba dua remaja terbunuh dengan sadis. Semua semakin buruk ketika keponakan Sidney, Jill (Emma Roberts) dan Kirby (Hayden Panettiere) mendapat ancaman dari telepon misterius. Setelah itu satu persatu pelajar disana mulai terbunuh, hal ini membuat Dewey Riley (David Arquette), Gale Weathers (Courteney Cox), dan Sidney Prescott kembali bersatu mencari dalang dari pembunuhan keji tersebut.

Saya suka sekali dengan opening scene-nya! Menurut saya memang konyol namun sangat menghibur ala Scream. Deretan pemeran utama dalam Scream 4 masih sama seperti dulu, namun para pemeran pendukung bisa dikatakan luar biasa fresh; sebut saja Emma Roberts, Hayden Panettiere, Anna Paquin, Kristen Bell, Marley Shelton, Adam Brody, Lucy Hale, Rory Culkin, Erik Knudsen, Shenae Grimes, dll. Yang paling menarik perhatian adalah Emma Roberts, Hayden Panettiere, dan Rory Culkin. Hayden menurut saya paling baik aktingnya, ada adegan dimana ia menjawab semua pertanyaan si penelepon misterius itu dengan sangat cepat dan jelas, intensitas di mimik wajahnya terlihat sangat emosional. Penampilannya juga sangat berbeda dengan Hayden biasanya. Tumbs up! Rory Culkin juga sukses memerankan nerd. Emma Roberts malah tidak disangka bisa mendapat peran berbeda dalam film ini!

Sejujurnya bagi saya pribadi menganggap film ini biasa-biasa saja, apalagi saya juga merasa kurang puas dengan ending-nya, namun karena saya sudah menonton Scream dari yang pertama sampai yang ketiga kemarin saya memang sudah tahu kalau Scream memang identik seperti itu. Kalau boleh jujur, dialog-dialog dalam film ini termasuk pintar dan banyak menyindir dengan lucu film horror lainnya, maka ini menjadi poin plus lagi bagi Scream 4. Mungkin bagi yang belum pernah menonton Scream sebelumnya akan bilang kalau film ini jelek. Namun seperti yang sudah saya tuliskan di atas, kalau bagi para fans Scream film ini mengobati rasa kangen dan membawa kepuasan tersendiri karena memang film ini jauh sekali lebih baik dibanding yang kedua dan ketiga. Sudah pasti yang pertama lebih baik karena dalam film ini pun ada quote yang mengatakan: “Don’t f*** with the original!”. Hahaha..





Kamis, 13 Januari 2011

REVIEW: LET ME IN
























Owen: Are you a vampire?
Abby:
I need blood to live.

Film ini merupakan sebuah adaptasi dari film horror sukses asal Swedia 'Let The Right One In' (2008) karya Thomas Aldredson. Kali ini sang sutradara Matt Reeves (Cloverfield) dinyatakan banyak pihak berhasil membuat sebuah adaptasi yang baik dan setia pada versi aslinya. Saya sendiri belum menonton 'Let The Right One In', jadi saya tidak bisa berkomentar tentang hal tersebut. Namun, terus terang saja yang awalnya membuat saya sangat tertarik untuk menonton adalah pasangan pemeran utama dalam film ini, Chloe Moretz dan Kodi Smit-McPhee! Saya suka keduanya, menurut saya dua aktor cilik yang beranjak remaja ini karirnya di Hollywood akan bertambah cemerlang tahun demi tahun. Dari segi cerita menurut saya 'Let Me In' bisa dibilang berbeda dari horror kebanyakan. Sisi romantika sangat kental disini, jadi penonton tidak akan terlalu ditakuti tapi disuguhkan sebuah jalan cerita yang lebih berbobot untuk ukuran horror.

Bertempat di sebuah kota kecil di New Mexico pada sekitar tahun 1983. Owen (Kodi Smit-McPhee) adalah seorang anak laki-laki yang hanya tinggal berdua dengan ibunya di sebuah kompleks apartemen sederhana. Ibu dan ayahnya sedang berjuang melalui perceraian yang buruk. Di sekolah nasib Owen lebih buruk, Kenny (Dylan Minnette) dan gerombolannya selalu mengganggu Owen, bahkan dengan cara yang keterlaluan. Mungkin dengan apa yang dialaminya di rumah dan sekolah, Owen tumbuh menjadi bocah yang sedikit 'aneh'. Tiba-tiba Owen kedatangan tetangga di apartemennya, seorang gadis seumurannya bernama Abby (Chloe Moretz) yang pindah ke tempat itu bersama ayahnya (Richard Jenkins). Abby juga tak kalah aneh dengan Owen, ia mempunyai bau khas yang menurut Owen 'lucu', ia juga lebih sering muncul pada malam hari; itu pun tanpa mengenakan alas kaki. Mungkin karena sama-sama 'aneh', dengan cepat Owen dan Abby menjadi akrab satu sama lain. Namun semakin berjalannya waktu, Owen menyadari kalau teman barunya ini bukanlah manusia biasa, ia pun sadar betul kalau perasaannya pada Abby yang sudah mulai bertambah kuat ini sangat mungkin akan mengancam nyawanya.

Tentu bukan spoiler kalau saya mengatakan kalau Abby adalah vampire. Kebanyakan orang pasti ingin menyaksikan 'Let Me In' dengan harapan akan menyaksikan sebuah film horror tentang vampire yang menegangkan. Saya hanya ingin memperjelas, 'Let Me In' memang lumayan menegangkan, tapi ini tidak seperti film horror yang biasanya. Jalan cerita sangat diperhatikan dan sisi romantisme sangat terasa disini, sehingga kalau anda mengharapkan banyak dikagetkan dan akan takut setengah mati pastinya anda akan kecewa. Film seperti ini bukanlah film favorit saya, karena entah kenapa menurut saya tema ceritanya agakcheesy. Tapi saya tetap memberikan jempol kepada dua bintangnya, Moretz dan Smit-McPhee yang tampil sangat baik dalam film ini. Setelah terakhir tampil sangat mengesankan sebagai Hit Girl dalam film 'Kick-Ass' (2010), Moretz tampil apik lagi dalam film ini. Begitu juga dengan Smit-McPhee yang terakhir kalau saya sangat terkesan dengan aktingnya yang luar biasa dalam 'The Road' (2009). Menurut saya mereka adalah kombinasi yang sempurna dalam 'Let Me In', yang berhasil membuat saya sebagai seseorang yang kurang menyukai genre seperti ini pun paling tidak masih bisa menikmati dari awal hingga akhir film. Intinya, film ini bukanlah film vampire biasa. Hehehe..





Minggu, 19 Desember 2010

REVIEW: DEVIL

























"One of these people might be the Devil."

Pada poster Devil kita bisa membaca dengan jelas tulisan 'From the mind of M. Night Shyamalan', hal ini merupakan trik pemasaran yang bisa dibilang tidak terlalu pintar, tapi juga tidak terlalu bodoh. Tidak pintar karena film-film terakhir Shyamalan, seperti The Last Airbender (2010), The Happening (2008), dan Lady in the Water (2006) hancur lebur di pasaran. Tetapi tidak bodoh juga, karena dari Shyamalan lah The Sixth Sense (1999) yang fenomenal itu dihasilkan, seterusnya Unbreakable (2000) dan Signs (2002). Jadi bagaimana dengan Devil? Apa berhasil mengangkat nama Shyamalan lagi? Tidak terlalu. Tapi saya akui kalau ide Shyamalan dalam Devil lumayan bagus, eksekusi John Erick Dowdle selaku sutradara juga terbilang baik. Namun entah kenapa saya tidak terlalu merasa ada yang istimewa dalam film ini. Terror? Iya. Kaget? Iya. Seram? Lumayan. Bagus? Biasa.

Cerita Devil sederhana saja, tentang Tuhan dan iblis. Diceritakan kalau iblis itu ada disekitar kita dan iblis tersebut sedang mendatangi sebuah gedung dan mempunyai rencana jahat didalam sebuah lift. Dalam lift terdapat lima orang, tiga pria dan dua wanita. Sebelum sampai ke lantai yang sedang mereka tuju, lift tersebut tiba-tiba mendapat gangguan dan mati. Awalnya mereka biasa saja menanggapi hal yang memang sudah sering terjadi tersebut, sambil menunggu bantuan dari petugas gedung mereka mengobrol hal-hal ringan satu sama lain. Namun, kejadian aneh mulai terjadi, apalagi pada saat lampu lift tersebut mati. Satu persatu dari mereka mati dibunuh dengan sadis, sisanya tentu saja merasa takut dan was-was karena pembunuhnya pasti berada dalam lift tersebut. Sedangkan lift tak kunjung bisa diperbaiki, malah ketika diperiksa tidak ada yang bermasalah sama sekali. Iblis berada diantara kelima orang tersebut. Penonton dipersilahkan menebak kira-kira yang manakah sang iblis?

Saya lumayan menikmati menonton Devil, akan tetapi menurut saya durasinya terlalu pendek, hanya sekitar 80 menit saja. Namun hal ini mungkin dikarenakan jalan cerita yang memang sangat sederhana, sehingga bingung mau ditambahkan cerita apa lagi. Paling tidak, saya terhibur. Terus terang saya juga beberapa kali berteriak dan kaget akibat kejutan-kejutan yang disuguhkan dalam film ini. Saya juga suka sinematografinya, apalagi pada opening scene dan adegan-adegan dalam lift. Akting para pemain tidak ada yang istimewa, semua biasa-biasa saja. Tapi saya sempat melirik si tampan Logan Marshall-Green yang saya tau melalui peran kecilnya sebagai Trey Atwood dalam serial televisi The O.C. Secara keseluruhan, saya memang menikmati Devil sebagai tontonan akhir pekan saya, tetapi film ini pastinya tidak akan masuk ke daftar favorit saya atau anda. Hanya cukup sebagai tontonan seru-seruan di akhir pekan saja lah.. :)






Jumat, 14 Mei 2010

REVIEW: DAYBREAKERS




























"The battle between immortality and humanity is on."

Berlatar belakang tahun 2019, dimana hampir seluruh manusia telah berubah menjadi vampir. Hanya tinggal segilintir manusia aja yang tersisa, mereka pun harus berusaha bertahan hidup dan bersembunyi dari para vampir yang ingin menangkap mereka. Seorang hematologist bernama Edward Dalton (Ethan Hawke) yang juga adalah seorang vampir merasa simpatik kepada manusia dan ia berusaha untuk menemukan obat guna mengembalikan para vampir menjadi manusia. Ia pun ingin kembali menjadi manusia. Akan tetapi di lain pihak, sang pimpinan perusahaan tempat Edward berkerja ingin mengumpulkan darah manusia sebanyak-banyaknya karena persediaan sudah semakin menipis seiring dengan semakin sedikit jumlah manusia yang tersisa. Para vampir harus meminum darah manusia agar dapat bertahan hidup, mereka juga tidak dapat terkena sinar matahari. Suatu hari secara tidak sengaja Edward bertemu dengan manusia bernama Audrey Bennett (Claudia Karvan), Audrey pun lalu mengenalkan Edward kepada Elvis (Willem Dafoe) yang ternyata adalah vampir yang telah berhasil berubah kembali menjadi manusia. Audrey dan Elvis mempercayai Edward karena menurut mereka Edward sepertinya adalah seorang vampir yang baik dan dapat mempergunakan rahasia ini untuk hal yang baik pula.

Menurut saya Daybreakers lumayan menghibur. Mungkin review saya akan sedikit subjektif karena saya memang sangat menyukai Ethan Hawke. Tapi selain unsur Ethan Hawke itu, menurut saya film ini memang lumayan. Banyak bagian dengan score yang berhasil membuat saya kaget. Sebagai sutradara yang bisa dikatakan pendatang baru, The Spierig Brothers berhasil menyajikan sebuah film bertema vampir masa depan dengan baik. Memang belum sempurna, karena menurut saya plot cerita kurang dijelaskan dengan baik. Juga ada beberapa hal konyol yang terbesit dalam pikiran saya seperti nama vampir Edward disini sepertinya terinspirasi dari Edward Cullen (Twilight), apalagi Edward Dalton diceritakan juga tidak mau meminum darah manusia. Namun secara keseluruhan saya merasa tidak rugi menonton film ini. Akting Ethan Hawke pas dengan peran yang dibawakan. Namun menurut saya yang mencuri perhatian adalah salah seorang aktor senior Hollywood, Willem Dafoe. Akting Dafoe disini sangat menghibur. Menurut saya ini juga merupakan salah satu kunci dari film ini, karena kalau tidak ada kehadiran Willem Dafoe mungkin film ini akan langsung gatot alias gagal total. :p





Rabu, 17 Februari 2010

REVIEW : THE WOLFMAN




























"When the moon is full the legend comes to life"

The Wolfman adalah remake dari film klasik karya George Waggner pada tahun 1941 yang berjudul 'The Wolf Man'. Kali ini di tangan sutradara Joe Johnston, film bertema manusia serigala ini kembali hadir. Entahlah, saya sendiri belum menonton versi klasiknya, namun saya kurang suka dengan film ini. Seperti kurang 'greget' pada saat saya menyaksikannya. Memang, suasana kelam dan vintagenya sangat berhasil membangun atmosfir 'dark and classic', akan tetapi sayang sekali filmnya tidak diimbangi oleh jalan cerita yang baik.

Bercerita tentang Lawrence Talbot (Benicio Del Toro) seorang pemain theater di Amerika yang pulang ke kampung halamannya di Inggris setelah menerima surat misterius perihal kematian tragis sang adik, Ben. Ayahnya, John Talbot (Anthony Hopkins) sepertinya tidak terpengaruh dengan kejadian menyedihkan itu. Lalu ada juga tunangan sang adik, Gwen Conliffe (Emily Blunt) yang sangat terpukul dengan kematian suaminya dan meminta agar Lawrence mencaritahu siapa pembunuh yang tega melakukan hal tersebut. Jasad Ben ditemukan sudah dalam keadaan tragis, seperti dibunuh oleh seekor binatang buas. Namun para masyarakat pun bingung, binatang sepertinya tidak akan bisa membunuh sampai sekejam itu. Lalu muncul lah asumsi-asumsi tentang kematian Ben ini. Sebetulnya siapa yang membunuh Ben? Yaa..kalau membaca judulnya sih pasti sudah ketebak kalau itu perbuatan manusia serigala. Lalu apa Lawrence berhasil menemukan dalang dari semua ini? Silahkan tonton filmnya..

Ekspektasi awal saya sebetulnya sangat positif untuk film ini, apalagi membaca nama besar seperti Anthony Hopkins dan Benicio Del Toro. Ya, mereka memang bermain baik seperti biasa dalam film ini. Mereka berdua berhasil menangkap karakter masing-masing dengan meyakinkan. Emily Blunt juga tampil baik, cocok dengan karakter yang dimainkan. Lalu apa yang membuat film ini buruk di mata saya? Naskah dan alur cerita yang dangkal. Dialog-dialog yang ada disini terkesan terlalu dibuat-buat. Lalu alur ceritanya pun tidak jelas, seperti menggantung. Mungkin yang bagus hanya kostum dan make-up saja. Terlebih lagi, special effects disini sepertinya terlihat buruk, kecuali pada saat transformasi manusia menjadi serigala. Satu hal lagi, film ini sama sekali tidak menyeramkan. Melihat manusia serigala berteriak-teriak bukanlah hal yang menyeramkan, yaa setidaknya bagi saya. Semua adegan disini sepertinya tidak ada yang mampu menempel di ingatan saya. Keganasan manusia serigala dalam membunuh mangsanya sampai usus dan isi perut berceceran malah membuat saya tertawa. Itu tidak menjadi hal yang jijik ataupun menyeramkan, malah lebih terkesan menggelikan, kembali lagi ke akar permasalahan dari awal, naskah yang buruk.

Saya tidak merekomendasikan film ini. Tapi apabila anda tetap penasaran yaa silahkan saja ditonton. Seperti yang sering saya bilang di blog ini, bagus atau tidaknya sebuah film tergantung dengan selera masing-masing orang. Kalau menurut saya film ini buruk, belum tentu anda sependapat bukan? Jadi silahkan meninggalkan komentar disini tentang pendapat anda mengenai film ini. Thanks before! :)






Jumat, 11 Desember 2009

REVIEW : ZOMBIELAND




























"The first rule of Zombieland: Cardio"

Yeahh..welcome to Zombieland, peoples! Jangan kira ini film horror, karena dijamin film ini akan membuat anda tertawa. Ceritanya tentang Amerika yang terjangkit suatu virus sejenis 'sapi gila', tapi ini dengan versi yang lebih parah. Virus tersebut merubah manusia menjadi seperti zombie, kelaparan dan sangat ingin makan daging manusia. Hanya tinggal beberapa manusia yang berhasil bertahan hidup, salah satunya adalah Columbus (Jesse Eisenberg). Ia hanya tinggal sendiri karena semua keluarganya berada di Columbus. Berpatokan pada aturan-aturan miliknya yang ia karang dan catat sendiri, Columbus berhasil hidup diantara para zombie-zombie kelaparan tersebut. Ketika dalam perjalanan menuju ke tempat keluarganya, tidak sengaja ia bertemu dengan Tallahassee (Woody Harrelson) yang mengendarai sebuah mobil dan sedang menuju ke Florida. Kebetulan daerah itu sejalan dengan tujuan Columbus, maka dari itu ia pun ikut menumpang. Tallahassee adalah seorang pria pemberani yang sangat suka membunuh zombie, baginya itu seperti permainan. Ia pun terobsesi dengan makanan kecil, Twinkie. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan kakak beradik Wichita (Emma Stone) dan Little Rock (Abigail Breslin). Akhirnya mereka berempat pun terlibat dalam petualan seru di dunia para zombie. Saya suka sekali dengan komedi segar yang ditawarkan dalam Zombieland. Dengan memadukan genre action, horror, dan comedy, menurut saya film ini sangat-amat-berhasil-sekali. Di satu sisi saya tertawa keras melihat lelucon-lelucon yang ditampilkan, tapi sisi lain riasan para zombie disini lumayan membuat saya takut. Hehe.. Para pemain yang dipilih juga sangat pas dengan karakter masing-masing, Woody Harrelson dengan perangai jagoannya, lalu Jesse Eisenberg yang sangat cocok menjadi si 'nerd', Emma Stone yang tampil sangat cantik disini pun membawa kualitas akting yang lumayan baik, dan Abigail Breslin yang semakin besar semakin menunjukkan performanya dalam seni peran. Lalu yang membuat film ini semakin menarik adalah dengan adanya kehadiran Bill Murray. Bill yang memang terkenal dengan Ghost Buster dulu mungkin akan merasa seperti reuni, karena Zombieland ini hampir setipe dengan Ghost Buster. Walaupun Bill Murray hanya tampil beberapa menit disini, namun sangat menyegarkan. Menurut saya Zombieland wajib ditonton. You definitely will love it! :)




Selasa, 24 November 2009

REVIEW : THE FOURTH KIND




























"There are four kinds of alien encounters. The fourth kind is abduction."

Saya menonton The Fourth Kind di closing INAFFF, sebetulnya saya tidak terlalu tertarik dengan film bertemakan Alien, UFOs, dan sejenisnya. Tapi setelah membaca dan mendengar beberapa good reviews dari teman dan para reviewers luar negeri saya jadi 'gatal' juga apabila tidak menonton. Film ini (katanya sih) diangkat dari kisah nyata di sebuah daerah bernama Nome, Alaska. Nome merupakan daerah yang lumayan sulit dijangkau karena untuk menuju kesana kita tidak dapat menggunakan angkutan darat maupun laut, satu-satunya cara untuk menuju kesana hanyalah melalui udara. Dan katanya di Nome ini banyak sekali kasus orang hilang secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar, sehingga FBI pun sering mengirimkan orang-orangnya ke Nome untuk mengusut kasus ini. Kasus misterius ini lah yang akhirnya menjadi jalan cerita The Fourth Kind. Awal film dibuka dengan cara yang cukup keren, aktris cantik Milla Jovovich membuka film dengan kata pengantar "I'm actress Milla Jovovich and I will be portraying Dr. Abigail Tyler. What you are about to see is extremely disturbing." Mantappp khan! Haha.. Lalu dari awal sampai akhir film kita selalu disuguhkan footage-footage video secara berdampingan (yang katanya lagi) adalah rekaman asli yang diambil oleh Dr. Abigail Tyler sendiri yang berprofesi sebagai psikolog. Diceritakan bahwa warga Nome mengalami gejala yang hampir sama satu sama lain setiap hari yaitu selalu bangun tengah malam dan merasa diganggui 'sesuatu'. Lalu sebagian dari mereka berkonsultasi dengan Dr. Abigail, yang baru tinggal suaminya karena meninggal dunia. Kematian suaminya ini juga masih menjadi misteri, karena Dr. Abigail yakin kalau suaminya telah dibunuh pada saat sedang tidur. Ia sendiri sadar pada malah pembunuhan itu, namun anehnya ia sama sekali tidak bisa mengingat wajah sang pembunuh. Lalu setelah riset demi riset dilakukan, Dr. Abigail pun mengambil kesimpulan bahwa kematian suaminya ada hubungannya dengan 'curahan hati' para pasiennya. Of course semua berhubungan dengan aliens! Haha.. Sebenarnya saya agak kesulitan untuk me-review The Fourth Kind, karena memang sedikit rumit untuk dijelaskan. Yang pasti dengan diselipkannya rekaman asli video dan audio di film ini, membuat penonton semakin tegang. Terlepas dari asli atau tidaknya bukti-bukti rekaman tersebut. Kalau menurut saya sih sama sekali tidak asli. Semua hanyalah ulah sang sutradara, Olantunde Osunsanmi (what a name!). Karena setelah saya mencoba google-ing mencari bukti tentang keberadaan Dr. Abigail Tyler dll, hasil yang muncul semuanya berhubungan dengan film The Fourth Kind. Tepat seperti yang sudah saya duga! Tapi biar bagaimana pun menurut saya The Fourth Kind berhasil menyajikan tontonan unik dan menarik.




Senin, 23 November 2009

REVIEW : THE TWILIGHT SAGA: NEW MOON























"The absence of him is everywhere I look. It's like a huge hole has been punched through my chest."

Just saw New Moon and surprisingly I LOVED IT! Stayed close to the book, which was a relief after the Twilight disaster. Yes, Twilight was a DISASTER (for me). Thanks to Chris Weitz who make it better than Catherine Hardwick. I'm not saying New Moon is super great or something, it was just quite good enough. Saya sama sekali tidak memiliki ekspektasi tinggi terhadap New Moon, karena menurut saya pasti akan jelek, sejelek Twilight. Ternyata saya salah, atau memang karena tidak berharap terlalu tinggi, menurut saya New Moon lumayan bagus. Christ Weitz termasuk setia terhadap bukunya, dimana hal-hal penting tetap dimasukkan kedalam film, meskipun tentu tidak bisa semuanya. Membuat film adaptasi novel, apalagi novel best seller seperti Harry Potter dan Twilight saga pasti bukanlah pekerjaan yang mudah. Menuangkan lembar demi lembar novel yang tebal kedalam film berdurasi dua jam tentu sulit. Kalau semua yang dibuku harus ada, pasti durasinya akan jadi empat bahkan lima jam. Harus ada yang dimaklumi bukan? Hehe.. Sebagai fans novel Twilight, saya puas dengan sekuel kali ini. Kenapa yaa banyak (sekali!) review buruk tentang New Moon, come on it's not that baaaadddd. Haha.. Satu-satunya hal yang belum beranjak lebih baik dibanding Twilight dulu cuma make-up Edward Cullen (Robert Pattinson) masih terlalu bencong! Bedak super putih dan lipstik merahnya masih heboh! Dilain pihak, Jacob Black (Taylor Lautner) berangsur-angsur menjadi lebih HOT, sixpack, and actually he's kinda cute. Bukan cuma Taylor, tapi seluruh anggota Quileute semuanya damn hot (for gay and girls of course)! Menurut saya Twilight series ini dibuat untuk cewek, cowok normal ga mungkin bisa suka nonton film ini. Dialognya terlalu mellow dan adegan percintaanya terlalu 'sweet' untuk cowok. Jadi kalau para cowok memberikan review pedas tentang New Moon yaa sangat wajar. Beruntung saya cewek, jadi gpp dong kalau muji New Moon kali ini? Haha.. Btw, Michael Sheen cocok jadi Aro, pemimpin vampire Volturi, I love him! Dakota Fanning malah biasa aja, cuma muncul sebentar juga. Ohh yaa..banyak fans yang kecewa karena porsi Robert Pattinson kurang banyak disini, ohh come on gals..di novel malah lebih sedikit khan? Disini Robert Muncul sekitar setengah jam, which is udah lumayan banyak dong! Lagian apa gantengnya sih Robert Pattinson? Saya malah berharap karakter Edward Cullen diperanin orang lain. Hehe.. Intinya, jangan terlalu berharap lebih dengan New Moon, maka tidak akan ada yang kecewa. New Moon lumayan bagus, jauh lebih bagus dari Twilight, tapi tetap tidak bisa menandingi novelnya. That's all.. :)